Kamis, 12 Juli 2012

Subak, Warisan Budaya Indonesia

Subak, bagi masyarakat tradisional Bali, bukanlah sekadar sistem teknis irigasi persawahan. Subak adalah filofosi kehidupan itu sendiri. Ia adalah sebuah kesatuan nilai budaya, organisasi masyarakat dan sistem kepercayaan. Dalam pandangan masyarakat Bali, Subak adalah cerminan langsung dari filosofi Tri Hita Karana atau Tiga Sumber Kebaikan, sebagai bagian dari ajaran Hindu. Tiga sumber kebaikan ini mengatur harmoni hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, serta manusia dengan manusia lainnya. Pola hubungan tiga rangkaian kehidupan ini tak bisa dipisah satu sama lain. Ketiganya adalah satu. Filosofi budaya dan sistem kepercayaan inilah yang diwariskan secara turun-temurun lewat Subak yang manifestasinya terlihat dalam aspek kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi. Ada empat titik lokasi Subak yang diusulkan kepada Unesco untuk ditetapkan sebagai warisan dunia. Keempat titik itu adalah Pura Ulun Danu Batur dan Danau Batur, Daerah Aliran Sungai Pakerisan, Caturrangga Batu Karu, serta Pura Taman Ayun. Dengan bentangan alam berundak dan sawah menghijau, serta udara yang relatif masih sejuk, siapa pun yang mencintai kehidupan akan mengakui keindahan kawasan tradisional di Bali ini.
Sebagai sebuah sistem pengaturan hidup bersama, Subak mampu bertahan selama satu abad lebih karena masyarakatnya setia kepada tradisi leluhur. Pembagian air dilakukan secara adil, segala masalah dibicarakan bersama, bahkan sampai penetapan waktu tanam dan jenis padinya. Sanksi terhadap segala bentuk pelanggaran akan ditentukan sendiri oleh warga melalui sebuah upacara di pura. Harmonisasi kehidupan inilah yang menjadi kunci lestarinya budaya Subak. Berdasarkan Konvensi UNESCO pada 16 November 1972 tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Warisan Alam Dunia, warisan budaya didefinisikan sebagai “Warisan dari masa lampau, yang kita nikmati saat ini dan akan kita teruskan kepada generasi yang akan datang”. Seperti hal nya subak yang terus bertahan hingga memasuki kurun waktu lebih dari 1 abad, maka hal ini lah yang membuat subak akhirnya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia (world heritage) oleh badan PBB di bidang keilmuan dan budaya atau dikenal dengan UNESCO (United Nation Education Scientific Cultural Organization). UNESCO menilai subak sebagai system irigasi yang dapat mempertahankan budaya asli masyarakat Bali. Subak dinilai memiliki Outstanding Universal Values, yang mana memiliki nilai budaya yang luar biasa, yang masih bisa ditunjukkan bukti-buktinya sebagai kultur hidup yang diikuti oleh masyarakat adat di Bali dan merupakan perekat sosial masyarakat di Bali. Namun, penetapan subak sebagai warisan budaya ini haruslah diikuti oleh peran dan kepedulian pemerintah maupun masyarakat Bali sendiri untuk terus mempertahankan dan menjaga kelestarian warisan budaya ini. Tidak hanya puas dengan terdartarnya subak sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO melainkan menjadikan hal ini sebgai beban dan tanggung jawab untuk tetap mempertahankan kearifan lokal daerah tersebut